5 Tahun Polres Bogor Tak Tuntaskan Dugaan Penipuan dengan Korban Purnawirawan Jenderal TNI
Purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD) mendesak kepolisian segera menuntaskan penanganan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan korban eks perwira tinggi (pati) TNI, Brigjen (Purn) Rusiadi Soedjono Dorestia. Kasus yang ditangani Polres Bogor itu, tak kunjung tuntas meski sudah dilaporkan sejak lima tahun lalu.
“Sejak tanggal 13 Mei 2020 kasusnya dilaporkan, tapi sampai saat ini belum menemukan keadilan,” ujar Ketua DPP LBH Himpunan Kerukunan Tani (HKTI), Apriyansyah, Jumat, 3 Oktober 2025.
Apriyansyah lantas menjelaskan kronologi kasus itu. Mulanya, pada Maret 2020, PT Tri Murni atau pihak pelapor Brigjen (Purn) Rusiadi Soedjono Dorestia, sepakat untuk menjual beras kepada terlapor Suryadi alias Haji Adi. Selanjutnya, tanggal 14-15 Maret 2020, sebanyak 220 ton beras dikirim langsung kepada Suryadi, yang disertai bukti surat jalan pengiriman beras.
“Bahwa dua minggu setelah penerimaan beras oleh Suryadi, ia membayar down payment sebesar Rp550 juta kepada pelapor,” kata dia.
Lalu, pada 2 April 2020 Suryadi membayar beras tersebut dengan selembar cek Bank Rakyat Indonesia (BRI), senilai Rp 1.551.000.000 atau lebih dari Rp1,5 miliar. Namun saat hendak dicairkan, cek tersebut kosong atau tak memiliki dana.
“Sehingga tanggal 13 Mei 2020, korban membuat laporan polisi di Polres Kabupaten Bogor dengan laporan polisi Nomor: LP/B/213/V/2020/JBR/Res.Bgr.,” kata Apriyansyah.
Saat laporan, semua barang bukti diserahkan ke polisi, termasuk cek yang dipersoalkan. Namun pada saat penyidik akan melakukan penyitaan barang bukti, penyidik menyebut cek asli tidak ada di penyidik, yang ada hanya fotokopinya saja. Apriyansah tak tahu apakah cek tersebut hilang oleh penyidik.
“Yang jelas di awal semua barang bukti diminta oleh pihak kepolisian. Dalam hal ini memang ada kelalaian dari pelapor tidak meminta tanda bukti terima, karena pelapor beranggapan baik atas referensi dari kerabat untuk melapor ke Polres Kabupaten Bogor, jadi yang dipegang tinggal fotokopi cek saja,” tuturnya.
Tak berhenti, persoalan penanganan kasus ini kembali terjadi. Yakni penetapan tersangka baru dilakukan penyidik pada 15 Desember 2023, atau setelah kasus dilaporkan selama 3 tahun 7 bulan. Walau begitu, kendala belum juga usai setelahnya.
“Dari penetapan tersangka, penyidik Polres mengirimkan berkas ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor di Cibinong dan dalam proses berkas dikembalikan oleh Kejaksaan ke penyidik Polres Kabupaten Bogor tanggal 7 Maret 2024,” jelas Apriyansah.
Selain dikembalikan, berkas hingga kini tak kunjung dilimpahkan kembali oleh penyidik Polres ke Kejaksaan. Apriyansah menduga, ada upaya menjadikan kasus ini ‘P19 mati’ atau selamanya tak dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili.
“Para pelapor purnawirawan TNI AD apabila menanyakan kepada penyidik dan pihak Kejaksaan, tidak ada kejelasan saling melempar tanggung jawab sampai di mana penanganan perkara tersebut,” jelasnya.
“Diduga ada ketidakseriusan penyidik untuk menuntaskan laporan ini, di mana berkas dikirim kembali ke Kejaksaan bolak-balik namun tidak menekankan bukti-bukti, mensrea dari tersangka. Ini merupakan tindakan zolim terhadap korban,” lanjut Apriyansah.
Atas itu, kata Apriyansyah pihaknya mendesak Kapolda Jawa Barat hingga Kapolri menindak jajarannya yang dinilai tak profesional dalam menjalankan tugasnya ini. Hal itu demi tercapainya rasa keadilan dari korban, dan terjaganya sinergitas Polri dengan TNI.
“Laporan polisi para purnawirawan TNI AD saja diabaikan oleh penyidik Polres Kabupaten Bogor dan Kejaksaan Kabupaten Bogor, bagaimana dengan laporan rakyat biasa? Kasus ini salah satu ujian bagi Polri apakah benar akan melakukan reformasi, atau cuma gimmick belaka,” tandas Apriyansyah.