KLAPANUNGGAL, BRAVO-IDN – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor mengambil tindakan tegas dengan menyegel pabrik pembakaran ban milik PT Tengpei di Desa Kembangkuning, Kecamatan Klapanunggal, Rabu (17/9/2025). Pabrik yang mempekerjakan 40 orang ini disegel akibat melanggar aturan utamanya adalah tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan izin lingkungan, serta telah memicu protes keras warga akibat pencemaran udara yang menyebabkan gangguan kesehatan.
Operasional pabrik berjalan tanpa AMDAL, dokumen fundamental yang menjamin kelayakan operasi suatu industri terhadap lingkungan.
Warga mengalami gangguan kesehatan serius, seperti sesak napas, yang berujung pada beban biaya pengobatan.Meski telah mendapat teguran, perusahaan dinilai tidak responsif sebelum tekanan masyarakat dan pemerintah memuncak.
Keluhan warga telah berlangsung lama. Mereka mengaku terusik oleh bau menyengat dari pabrik yang muncul pada jam-jam tertentu, bahkan hingga tengah malam.

“Bau tercium jam 11 malam sampai jam 12 malam, bahkan di siang hari,” ujar seorang ibu rumah tangga di Kembangkuning yang enggan namanya dipublikasi. Lebih dari sekadar bau, aktivitas pabrik diduga kuat telah mengganggu kesehatan pernapasan. Seorang warga lainnya mengeluh, “Dada saya sering sesak napas, harus berobat berkali-kali,” yang menimbulkan tuntutan pertanggungjawaban atas kerugian materil yang mereka alami.
Merespon keluhan yang berlarut, Pemerintah Desa Kembangkuning memfasilitasi mediasi antara warga dan manajemen PT Tengpei. Kepala Desa Kembangkuning, Neneng Robinah, S.E., menyatakan pihaknya berusaha memediasi dan mengundang DLH untuk penyelesaian yang berkeadilan.
Dalam mediasi tersebut, perwakilan warga, Dede, menegaskan tuntutan mereka. “Kami minta pihak terkait bertanggung jawab,” tegasnya, menyoroti sikap perusahaan yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Perwakilan perusahaan mengaku akan memperbaiki masalah yang diduga berasal dari kebocoran pipa. Namun, mereka juga menyatakan keheranan karena waktu keluhan bau tidak sesuai dengan jadwal produksi. Yang mencolok, perwakilan mengungkapkan bahwa pemilik perusahaan adalah Warga Negara Asing (WNA) dan menyatakan kesediaan untuk menutup pabrik jika itu keputusan DLH. “Kalau masyarakat minta ditutup, tidak masalah, perusahaan pasti mengikuti aturan,”ujarnya.

Secara terpisah, Riri, Sub Koordinator Pengelola Pengaduan DLH Kabupaten Bogor, menegaskan objektivitas dan dasar hukum tindakan mereka.
“Kami menghentikan operasional karena tidak ada dokumen lingkungannya atau AMDAL-nya,” jelas Riri dengan tegas. Penyegelan ini bersifat sementara namun bersifat wajib.
DLH memberi syarat yang sangat jelas untuk pembukaan segel. PT Tengpei harus mengurus seluruh perizinan lingkungan dan memperbaiki semua fasilitas produksinya yang dinilai tidak layak. “Yang terpenting, perusahaan harus membuktikan melalui uji laboratorium bahwa operasinya sudah tidak mencemari lingkungan dan mengganggu warga. Hanya setelah semua syarat administrasi dan teknis itu terpenuhi, pabrik diizinkan beroperasi kembali.”Tandasnya.
(iel)