BOGOR, BRAVO-IDN | Pembangunan bantuan keuangan (bangkeu) satu milyar satu desa (samisade) di tiap desa dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), kabupaten /Kota maupun pemerintah pusat (APBN) diharapkan bisa direalisasikan melibatkan masyarakat setempat secara swakelola dan atau swadaya untuk mendorong percepatan perekonomian warga di lingkungan sekitar dengan membangun akses-akses jalan lingkungan (Jaling) di tiap pelosok desa lebih transparan.
Pentingnya transparansi dalam pengerjaan Infrastruktur pembangunan jalan dari program tersebut dan diharapkan dapat terlaksana dengan baik.
Kendati, pengerjaan dari program APBD maupun APBN di setiap desa-desa masih kerap dimanfaatkan oleh segelintir orang yang mencari keuntungan semata.
Seperti salah satunya, pembangunan dari program pemerintah daerah samisade kabupaten Bogor dalam membangun jalan masih ada yang melibatkan pihak ketiga, bahkan disinyalir milik keluarga dari kepala desa itu sendiri. Pasalnya masih anak sedarah kepala desa, hal itu menjadi dugaan kuat bahwa dalam hal perputaran aliran dana agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
Selain itu, hal tersebut menjadi polemik di tengah masyarakat sekitar, di musdes (musyawarah desa) warga dinilai tidak mampu memberikan sumbangsih aspirasi, kenapa tidak pada perencanaan tersebut lantaran pihak pemdes (pemerintah desa) telah memutuskan suatu kontrak dengan pihak PT Indopraja. Patut diduga kepala desa bendungan kangkangi peraturan pemerintah.
Jelas, beberapa aturan telah menerangkan bahwa sanak keluarga yang masih satu darah tidak diperbolehkan menjadi mitra dari pembangunan infrastruktur jalan dari anggaran APBD hal tersebut dikhawatirkan adanya KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme).
Pada Pasal 143 ayat (1) PP 43/2014 yang menjelaskan bahwa kerja sama desa dilakukan antar desa dan/atau dengan pihak ketiga.
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” dalam Penjelasan Pasal 128 ayat (2) PP 43/2014 adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan atau perusahaan yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau desa.
Menurut informasi yang diperoleh, beberapa pemerhati menyampaikan bahwa pemerintah desa (pemdes) Bendungan telah merealisasikan program anggaran dari pemerintah daerah Samisade tahap pertama sebesar 60 persen telah digelontorkan oleh pemerintah kabupaten Bogor melalui pihak ketiga yakni oleh PT INDOPRAJA yang mana milik Anak Kandung kepala Desa Bendungan.
“Anggaran bangke samisade tahap pertama 60 persen di desa bendungan diduga dikerjakan oleh perusahaan milik anaknya, padahal jelas tidak diperbolehkan”,katanya Berinisial DJ
Senada disampaikan oleh staf desa yang di temui di kantor beberapa Minggu lalu, pada Rabu 19 November 2024. Pada saat itu awak media tengah mendalami informasi tersebut dan menanyakan kesalahan satu staf desa bahwa kepala desa sedang keluar,
“Kalau ibu kades lagi di Pemda”,Ujarnya
Lanjutnya, kata dia pengerjaan Infrastruktur jalan oleh pihak ketiga milik anaknya Ibu kepala desa,
“Iya sama anaknya (kades) nama PT nya Indopraja”,Ungkap salah satu staf desa bendungan yang enggan menyebutkan namanya.
Dijelaskan oleh dia, “perusahaan itu milik AR yakni anak kades (Bendungan)”,Jelasnya
Sementara, sekretaris desa saat ditemui di kediamannya ketika awak media hendak konfirmasi ke kepala desa di rumahnya. Sekdes membantah dan mengatakan bahwa pembangunan tersebut tidak di pihak ketigakan akan tetapi menurutnya telah dikerjakan secara swadaya oleh warga setempat.
“Kita swadaya, kalau diborongkan kita tidak tau apa apa ya, apa itu diborongkan ke kontraktor dengan uang berapa kita tidak tahu itu”,ucap sekdes bendungan.
Menurut dia, Hal ini perlunya klarifikasi. Dalam penyampaiannya sekdes membantah adanya tuduhan terkait pembangunan samisade oleh pihak ketiga yaitu melalui PT Indopraja milik anak kepala desa,
“Ini klarifikasinya bahwa memang di dikerjakan oleh TPK mulai dari gaji pekerjanya (Karyawan),pekerjanya itu asli kampungnya masing-masing”,kata sekdes
Sekdes menambahkan, “Kalau di kontrak atau di tender yang mengerjakannya orang mana-mana kepala desa pun jadi beban moral masa sih disini ada pembangunan nih yang mengerjakan orang mana mana pasti di demo lah sama warga”,kilahnya sekdes desa bendungan kepada awak media (19/11).
Padahal secara aturan jelas, di setiap pekerjaan dari kucuran dana desa APBN maupun Samisade APBD diperlukan musyawarah terlebih dahulu (Musdes) guna menyerap aspirasi masyarakat setempat bersama perangkat desa bendungan sehingga pekerjaan tersebut bisa dikerjakan secara benar, transparan dan sesuai dengan peraturan pemerintah daerah maupun pusat untuk menghindari hal-hal yang berbau dugaan Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN).
Pasalnya, pemerintahan desa Bendungan kecamatan Jonggol kabupaten Bogor Jawa Barat, pekerjaan anggaran dana bantuan keuangan (Bankeu) atau samisade tahap pertama tahun 2024 terkesan tidak transparan dalam pekerjaannya. Menurut informasi yang dihimpun pekerjaan tersebut bukannya hasil kesepakatan masyarakat melalui musyawarah desa melainkan atas keputusan kepala desa yang mana pihaknya secara terang-terangan memberikan proyek pekerjaan tersebut kepada salah seorang anaknya sehingga masyarakat tidak bisa berkomentar di Musyawarah Desa (Musdes) tersebut.
Namun demikian, Penelusuran awak media mendatangi kantor desa bendungan guna Klarifikasi kepada Hj. Nemi selaku kepala desa Bendungan tidak ada di kantor dengan alasan sedang diluar”, ungkap staf yang ada dilokasi.
Tak hanya itu, pada sore hari awak media langsung mengunjungi di kediamannya akan tetapi, di rumahnya Hj Nemi tidak bisa ditemui, menurut sekdes yang ada di rumahnya kades menyampaikan kepala desa bendungan Sakit,
Lanjut esok harinya saat awak media kembali ke kantor desa guna klarifikasi, lewat sambungan WhatsApp pihaknya meminta awak media datang ke kantor, namun tidak dipaparkan secara jelas waktunya kapan bisa bertemu. Sedangkan awak media beberapa kali mencoba untuk konfirmasi dan bermaksud klarifikasi ke kades Bendungan selalu tidak ada di kantor.
“Klarifikasi bisa di desa”,Singkatnya Hj. Nemi.
Lanjutnya, “dan dpt no saya dr mn”, tanya kades Hj Nemi melalui chat WhatsApp dan menanyakan terkait mendapatkan nomor handphone dari mana.pada Selasa (19/11).
Padahal sebagai pelayan masyarakat selaku kepala desa seharusnya lebih terbuka dan nomor telepon mudah diakses untuk umum, serta seharusnya sosok kepala desa lebih terbuka ketika dimintai tanggapan, konfirmasi dan Klarifikasi berkaitan apapun tentang anggaran pembangunan yang bersumber dari anggaran pemerintah.
Selain itu, kepala desa tidak boleh tebang pilih seharusnya semua awak media selaku kuli tinta (sosial kontrol) yang notabenenya memberikan informasi terkait seputar keterbukaan informasi publik (KIP) untuk memenuhi pemberitaan bermaksud lebih profesional, akuntabilitas, edukasi dan lebih berimbang serta memenuhi unsur untuk dimuat di pemberitaan media elektronik maupun cetak dan TV.
Sampai berita ini ditayangkan pada 26 November 2024 awak media tidak mendapati informasi lanjut terkait agenda klarifikasi yang mana sebelumnya telah dijanjikan oleh kepala desa bendungan.
(Is/mail)