JAKARTA, BRAVO-IDN – Linda Susanti, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Persatuan Nasional Nol Delapan (DPD GPN-08) Kalimantan Barat, sebagai penerima kuasa ahli waris, secara resmi telah memohon intervensi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia. Kamis, (20/11/2025).
Linda dalam keterangan resminya, menyampaikan. “Permohonan ini terkait dengan dugaan pelanggaran HAM dan cacat prosedur hukum dalam kasus eksekusi lahan seluas 13 Hektar di Sintang.”ujarnya.
Dalam surat resmi bernomor 121/DPD-GPN08/KALBAR/XI/2025 yang dikeluarkan pada 20 November 2025, GPN-08 menilai eksekusi yang dipaksakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Sintang pada 12 November 2025 berpotensi merampas hak milik ahli waris secara inkonstitusional.

Ia juga menjelaskan, “Laporan ini merinci rentetan peristiwa yang dianggap sebagai kesalahan institusional berantai,
1. Penyitaan disinyalir Cacat (1998), PN Sintang menerbitkan Penetapan Penyitaan atas lahan tersebut terkait perkara korupsi Effendi Bin Syeh Kasim. Namun, kesaksian di persidangan menyatakan bahwa tanah itu bukan milik terpidana, melainkan milik almarhum Azwar Riduan dan keluarga. GPN-08 menyebut ini sebagai error in objecto (kesalahan objek) sehingga penyitaan dinyatakan ultra vires (melampaui kewenangan).
2. Lelang dan Sertifikat Cacat Hukum (2001): Tanah hasil penyitaan yang dianggap cacat tersebut kemudian dilelang. Sertifikat Hak Milik (SHM) diterbitkan atas nama Sdr. Heri. GPN-08 menegaskan bahwa lelang dan SHM ini batal demi hukum karena berdasar pada objek sita yang tidak sah.
3. Maladministrasi BPN (2008): Badan Pertanahan Nasional (BPN) disebut menerbitkan surat yang “mematikan” SHM asli milik ahli waris dan menggantinya dengan Sertifikat Pengganti yang dialihkan kepada Sdr. Heri. Tindakan ini diduga merupakan maladministrasi dan indikasi tindak pidana.
4. Eksekusi 2025: PN Sintang dikatakan memaksakan eksekusi berdasarkan SHM yang dianggap cacat, dengan mengabaikan perlawanan ahli waris dan bukti yudisial dari tahun 1998.”ungkap Linda saat menyambangi kantor di kementerian Hak asasi Manusia membuat perlindungan.
Menyikapi hal ini, GPN-08 memohon kepada Menteri Hukum dan HAM RI untuk Melakukan kajian cepat terhadap indikasi pengabaian bukti yudisial dan maladministrasi. Linda memohon segera Menerbitkan rekomendasi pembatalan eksekusi oleh PN Sintang, bukan sekadar penundaan. Mendorong penerapan Asas. Praeyudicieel Geschil, yaitu menghentikan sementara proses perdata di pengadilan sembari menunggu hasil penyelidikan pidana terkait keabsahan SHM yang sedang berjalan di Polda Kalbar.”paparnya.
Lanjutnya, ” Menjamin pemulihan hak atas tanah kepada ahli waris yang sah serta penindakan tegas terhadap oknum yang terlibat.”ucapnya.
Sementara itu, surat telah diterima di kantor sekretariat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia oleh Erniwaty Wahab yang sering akrab di sapa Bu Wati, Ketua DPD GPN 08 Kalbar dalam kunjungannya mengaku telah diskusi hangat mengenai persoalan Konflik Tanah di Sintang Kalimantan Barat. “berdiskusi panjang lebar dengan ibu Ernawati selaku bagian pengaduan dan pelayanan”, tutup Linda.
Surat ini juga ditembuskan kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri ATR/Kepala BPN RI, PN Sintang, dan Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Sintang. Hingga berita ini diturunkan, respons resmi dari pihak-pihak yang dituju belum dapat dikonfirmasi. (Red)





