Jakarta,-BRAVOIDN.COM
Beberapa hari belakangan ini, jagad media nasional heboh dengan posisi Jokowi dan juga Gibran di PDI-P. Beberapa petinggi PDI-P memberi pernyataan bahwa keanggotaan Jokowi dan Gibran di partai itu sudah selesai. Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Kamarudin Watubun mengatakan “orang (Jokowi) sudah di sebelah sana, bagaimana mau dibilang masih bagian PDI-Perjuangan”. Hal senada disampaikan Sekjend PDI-P bahwa hubungan Jokowi dengan PDI-P sudah masa lalu.
Mencermati hal tersebut, Wakil Ketua Umum Depinas SOKSI Valentino Barus mengatakan bahwa residu pilpres yang berkepanjangan seperti ini sungguh tidak kondusif bagi penyelesaian berbagai permasalahan rakyat. Bagi rakyat kebanyakan, berbagai pernyataan kekecewaan dan sikap tidak legowo justru menggambarkan betapa para elite lebih sibuk memikirkan diri dan kelompoknya daripada kepentingan masyarakat bangsa, tambah Valentino.
Atas berbagai pernyataan yang muncul, sebagaimana biasanya, Jokowi menanggapinya dengan santai dan terkesan datar. Sementara itu Gibran menanggapi ringan. “…Silahkan, dipecat gak apa-apa”, kata Gibran.
Karpet Merah untuk Jokowi dan Gibran
Menanggapi sinyalemen petinggi PDIP, sejumlah partai beramai-ramai menawarkan posisi strategis kepada Jokowi dan Gibran. Pengamat melihat tak kurang empat partai yang layak menjadi tempat berlabuh Jokowi dan Gibran, yaitu; Partai Golkar, PAN, PSI, dan Gerindra.
Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto mengatakan, Jokowi dan Gibran sudah bagian keluarga besar partainya. Ia menyebut Jokowi dekat dengan Golkar.
Sementara itu, Gibran merupakan sosok yang direkomendasikan Golkar melalui Rapimnas resmi untuk maju dalam Pilpres 2024. “Jadi, bagi kami Pak Jokowi dan Mas Gibran itu sudah masuk dalam keluarga besar Golkar. Tinggal tentunya formalitasnya saja,” kata Airlangga di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2024).
Sementara itu, PAN melalui ketua Umumnya Zulkifli Hasan dan PSI melalui Ketua Dewan Pembinanya Grace Natalie mengingat kedekatan partainya dengan kedua tokoh tersebut, membuka pintu seluasnya serta menjanjikan posisi penting dan terhormat.
Kader Bangsa dan Petugas Negara.
Spontanitas dan luasnya respons sejumlah partai menunjukkan betapa kapasitas dan kapabilitas ketokohan Jokowi telah melewati pagar sempit partai.
Melihat kembali rekam jejak aktifitas Jokowi sejak di Asmindo (asosiasi meubel) Solo, sebentar bersentuhan dengan PKS Solo dan PKB Solo, sebelum akhirnya berlabuh dan menggunakan perahu PDIP Solo, dan membangun dirinya dari walikota, gubernur hingga presiden menunjukkan betapa Jokowi cepat membangun dirinya dan senantiasa mampu melihat jauh ke depan. Ketokohannya kini bahkan telah melampaui batas-batas negara. Dan, dalam konteks ini Jokowi tentu gerah dan gak nyaman bila ruang geraknya senantiasa dipagari sebatas “petugas partai”.
Ketokohan dan kepemimpinan Jokowi memang sejak lama sudah menjadi perdebatan. Sebagian kalangan melihat sosok ini, terutama dari fisiknya yang kurus dan wajah ndeso, tidak punya tampang pemimpin, apalagi untuk level nasional. Sementara yang lain melihat keteguhan hatinya dalam mendekati rakyat dan keberaniannya membuat terobosan kreatif sebagai modal kuat yang langka dimiliki tokoh lain.
Adalah Suhardiman (almarhum), pendiri SOKSI dan pendiri Golkar yang sejak awal melihat potensi dan aura kepemimpinan Jokowi. Untuk itu, dikala orang lain masih belum bicara, Suhardiman, sudah memberikan pernyataan atau ramalan yang menyentak bahwa Jokowi akan menjadi presiden Indonesia. Ramalan itu ternyata juga mengagetkan Jokowi, sebagaimana dia sampaikan di beberapa pertemuan. Dan, untuk mewujudkan dan memperjuangkan keyakinannya, Suhardiman menerbitkan Surat Tugas Pendiri SOKSI kepada kader binaannya, Ali Wongso Sinaga selaku Waketum Depinas SOKSI hasil Munas IX SOKSI 2010 dan dicap jempol. Surat tugas itu berisi perintah agar Ali Wongso menggerakkan kader SOKSI di seluruh jenjang dan jajaran agar berjuang memenangkan Jokowi. Pada saat itu Suhardiman tak henti memberi keyakinan pada kadernya bahwa Jokowi adalah sosok yang mampu menjalankan visi dan misi SOKSI karena memiliki jiwa dan semangat juang selaras karyawanisme dan juga prinsip karya kekaryaan yang dianut Partai Golkar. Lebih jauh Suhardiman bahkan menugaskan Valentino untuk menyusun buku saku “Jokowi, Satrio Piningit”.
Ketokohan dan kepemimpinan Jokowi memang sudah melintasi dan mengatasi koridor partai. Sudah tidak tepat lagi dipagari apalagi kerap dilabeli sebagai ‘petugas partai’. Posisi Presiden dan Wakil Presiden adalah Petugas Negara. Seandainya pun setelah purna dari tugasnya sebagai pejabat pemimpin tertinggi negara, maka partai yang paling pas untuk tempat berlabuh adalah partai nasionalis terbuka dan yang menganut doktrin negara, seperti misalnya karya siaga – gatra praja.(Tim/Red)