Kalimatan Barat, -BRAVOIDN
Pada saat ini, permasalahan kesehatan lingkungan merupakan isu yang sangat serius untuk di kelola dan di tangani serius oleh seluruh pihak, termasuk oleh pemerintah.
Namun, disaat seluruh stakeholder berjibaku, justru pemerintah dalam hal ini, menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui Dirjen PRODUKSI HUTAN LESTARI yang tidak bertindak untuk dan atas dasar UU tahun 1999 nomor 41 tentang kehutanan.
Pasalnya, surat Dirjen PHL Nomor: S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024, Hal:Penghentian Aktivitas penebangan Logged Over Area (LOA) padaAreal Kerja PBPH-HT PT. Mayawana Persada di Provinsi Kalimantan Barat, tanggal 28 Maret 2024, terdapat 2 ( Dua) poin penting; Pertama: Penghentian Aktivitas penebangan Logged Over Area (LOA), kedua: Pemulihan Lingkungan.
Pemulihan lingkungan, bertujuan memperbaiki lingkungan yang telah rusak, atas area yang seharusnya di lindungi, akibat penebang dan atau aktivitas lain, sehingga di putuskan penghentian penebangan.
Dalam UU tahun 1999 nomor 41 tentang kehutanan, Dirjen PHL, setidaknya melanggar pasal 78 ayat 1( Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat 2 (Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), yang mana pasal ini bentuk pertanggungjawaban perusahaan atas izin yang diberikan sebagaimana pasal 50 ayat 2 dan melanggar pasal 80 ayat 1 ( Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam undang-undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat 1, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang dibutuhkan kepada Negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan).
Dalam surat Dirjen PHL Nomor: S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024, hanya meminta kepada perusahaan pemegang izin untuk melakukan PEMULIHAN LINGKUNGAN. Kewajiban pemulihan lingkungan ini, dalam pasal 80 ayat 1, tidak di serahkan kepada perusahaan, namun perusahaan HARUS MEMBAYAR GANTI RUGI/BIAYA REHABILITASI LINGKUNGAN.
Berdasarkan kajian dan penelusuran dari DPD Gerakan Persatuan Nasional 08, Kalimantan Barat, Linda susanti, sebagai sosial kontrol melaporkan kepada Ketua Umum DPP GPN08 belum ada teknis pemulihan lingkungan dalam Surat Dirjen PHL Nomor: S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024. Oleh karena itu, Ketua Umum DPP GPN 08, mengharapkan adanya petunjuk teknis pelaksanaan pemulihan lingkungan yang dapat di akses sebagai bentuk transparansi terhadap pelaksanaan daripada kegiatan PEMULIHAN LINGKUNGAN tersebut, sehingga masyarakat dapat berperan aktif, dalam melakukan pengawasan terkait hal – hal berikut:
- Bagaimana system pengawasan agar pembukaan lahan/penebangan tidak terjadi lagi sebagaimana yang sirat dalam surat Dirjen PHL no. S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024?
- Dalam surat no. S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024, terkait klarifikasi lahan dengan kode RO, dari RO – 1 sampai RO-11, dengan masing – masing arti dari pada RO itu sendiri, pertanyaan kami, bagaimana masyarakat bisa melakukan kontrol sosial, apakah ada peta atau semacam plang untuk menandai dimana area RO-1 dan seterusnya?
- Bagaimana cara masyarakat melaporkan, sebagai kontrol sosial, sebab, tenaga dinas terkait sangat terbatas, jika perusahaan tersebut tidak mengindahkan surat Dirjen PHL, kemana masyarakat bisa melapor?
- Didalam Surat Dirjen PHL No. S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024, terdapat kewajiban pemulihan lingkungan, didalam UU Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan, pasal 50 ayat 2. jika di berikan dispensasi pemulihan lingkungan ( sebab, dalam uu 41 tahun 1999, pelanggaran pasal 50, ayat 2, akan di sanksi pidana sesuai pasal 78 ayat 1 ), bagaimana pelaksanaan dan pengawasan pemulihan lingkungan tersebut?
- Apakah terdapat plang di lapangan atau peta yang dapat di akses masyarakat, area mana yang harus di pulihkan, dan kegiatan pemulihan dalam bentuk apa dan berapa lama waktu pemulihan?
- Bagaimana masyarakat melaporkan jika kegiatan pemulihan lingkungan ini tidak di lakukan perusahaan sebagaimana tertulis dalam Surat Dirjen PHL Nomor: S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024?
- Apa pertimbangan Dirjen PHL tidak memutuskan menggunakan pasal 78 ayat 1, terhadap pelanggaran pasal 50 ayat 2?
- Berapa lama waktu yang di berikan kepada PT. Mayawana Persada untuk memulihkan lingkungan, dan jika pemulihan lingkungan tidak dilakukan atau dilakukan tidak maksimal, langkah apa yang akan di lakukan Dirjen PHL KLHK dan Dirjen GAKKUM KLHK?
Agar tidak terkesan pemerintah dalam hal ini kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak tegas dan cenderung mendukung perusakan lingkungan oleh perusahaan nakal tanpa memperhatikan kesehatan lingkungan, tukas Ketua Umum GPN 08.
Dirjen GAKKUM LHK, Dirjen PHL LHK dan dikonfirmasi oleh DPC Aliansi Wartawan Indonesia kota pontianak, via email sampai berita ini di turunkan belum ada respon.