Sumatera Utara,BRAVOIDN.COM
Korupsi Sumber Daya Alam (SDA) yang menyebabkan Kerugian Negara dan Perekonomian Negara diduga kuat telah terjadi pada aktivitas penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir dan Desa Suka Ramai, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara dan penambangan tanah kaolin di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan (Sumut).
Pasalnya, penambangan pada lokasi-lokasi tersebut, selain diduga dilakukan perusahaan penambang maupun perseorangan di luar konsesi atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dan sampai detik ini tidak ada melakukan reklamasi dan pasca tambang, meski ada yang sudah hampir habis masa berlaku IUP Operasi Produksi (OP), dan lokasi penambangan sudah ditinggalkan sejak bertahun-tahun lalu.
Atas kondisi di atas, yang diperoleh berdasarkan hasil investigasi dan informasi, dicoba kembali melakukan konfirmasi kepada Dinas Perindag ESDM Sumut, melalui Kabid HMB August Sihombing mengatakan,
“IUP OP CV Sambara akan berakhir pada Agustus 2024 mendatang, dan kemungkinan tidak diperpanjang, karena sampai saat ini tidak ada tanda-tanda perusahaan tersebut memperpanjang, yang seharusnya setengah tahun sebelum masa IUP OP habis harusnya sudah diperpanjang.” kata August, Selasa (2/7/2024).
Kemudian, atas permintaan wartawan lagi, agar dikeluarkan dokumen perencanaan reklamasi dan pasca tambang kedua perusahaan, PT BUMI dan CV Sambara yang telah disetujui pihaknya dan OPD lainnya, August Sihombing terkesan berkelit, meminta agar wartawan membuat permintaan secara tertulis, “Tujuannya surat permintaan itu dibuat, apa tujuannya, dan itu pun susah, apakah akan disetujui Kepala Dinas atau tidak, dan pasti akan panjang prosesnya.” katanya.
Kembali diminta tanggapan Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald. Menurutnya, tak ada alasan bagi APH (Polda Sumut, Kejati Sumut, Kejagung bahkan KPk) untuk diam atau pun diduga mempetieskan kasus dugaan korupsi sumber daya alam Sumut ini.
“Perhitungan kerugian dalam tindak pidana korupsi tidak bisa hanya dilihat dari pembukuan atau perhitungan secara akuntansi, tetapi harus mempertimbangkan segala aspek dampak yang diakibatkan oleh tindak pidana tersebut, antara lain memperhitungkan pengurangan dan penghilangan pendapatan Negara, penurunan nilai investasi, kerusakan infrastruktur, gangguan stabilitas ekonomi, dan lainnya.
Di sisi lain, dalam korupsi di sektor sumber daya alam, harus juga memperhitungkan kerugian perekonomian dalam perspektif kerusakan lingkungan, yaitu mengembalikan kepada kondisi awal. Selain itu, kerugian juga memperhitungkan manfaat yang hilang akibat lingkungan rusak.” kata Max menambahkan,
“Dengan tidak membayar pajak saat membeli hasil tambang karena berasal dari lokasi yang diduga ilegal apakah tidak cukup menjadi bukti lainnya merugikan pendapatan negara?” geram Max.
Terkait reklamasi, pihak mengaku dari PT JUi Shin Indonesia dan PT BUMI mengatakan telah mendapat izin, berupa kerjasama dengan Kepala Desa Gambus Laut Zaharuddin, bekas galian pasir kuarsa dibuat kolam ikan, ternyata Kades yang dikonfirmasi wartawan, membantah keras dan penjelasan Kades berbanding terbalik dengan perwakilan kedua perusahaan itu.
“Tidak benar itu, mana mungkin saya, sebagai Kepala Desa, berani melawan aturan hukum. Suruh dia tunjukkan bukti kalau ada kerja sama dengan saya untuk membuat bekas galian tambang mereka menjadi kolam ikan. Jangan mengarang-ngarang lah. Kalau bisa seperti itu, nanti semua perusahaan tambang, gampang, tidak usah keluar modal banyak untuk melakukan reklamasi/penimbunan kembali pasca tambang, tinggal dibuatnya MoU untuk jadi kolam ikan.” tegas Kades.
Lanjutnya, “Sudah lah, jangan banyak kali alasan, suruh tunjukan buktinya surat perjanjian yang dimaksud mereka itu saya jamin tidak ada. Reklamasi dan pasca tambang Itu kan syarat mutlak ketika mau mengajukan izin tambang, wajib dan harus melakukannya, reklamasi.”
“Saya duga mereka mau pengalihan isu. Faktanya sampai sekarang bekas galian mereka di Desa Gambus Laut tidak ada yang ditutup kembali, hanya menyisakan lubang besar mirip kolam, danau buatan dimana-mana.”
Masih kata Kades, “Sehingga ketika hujan, bisa menyebabkan air pasang, meluap airnya membanjiri pemukiman, merusak tanaman dan berbahaya bagi keselamatan manusia maupun ternak peliharaan warga disana.”
“Saya sebagai Kades Gambus Laut, berterima kasih kepada para rekan media. Ketika viral berita tersebut, daratan yang digali sampai jebol ke sungai sudah ditutup kembali oleh mereka. Saya mengharapkan semua pihak, terutama para aktivis dan peduli lingkungan agar mau mendesak pihak yang berwenang menindak perusahaan tersebut, supaya segera melakukan reklamasi dan pasca tambang sampai 100 persen berhasil,” tutup Kades.
Sebelumnya
Kasus ini berawal dari Laporan Pengaduan masyarakat bernama Sunani (60), didampingi Pengacara Kondang Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, pada Januari 2024 lalu ke Polda Sumut terkait dugaan pengerusakan dan pencurian pasir kuarsa dari lahannya luas sekitar 4 hektar di Desa Gambus Laut, Batubara, sebagai terlapor PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI.
Ditreskrimum Polda Sumut yang menangani kasus tersebut berhasil menyita 2 unit ekscavator milik PT Jui Shin Indonesia. Namun tak kunjung menjemput paksa Chang Jui Fang selaku Dirut PT Jui Shin Indonesia dan Komisaris Utama di PT BUMI. Meski diketahui, surat penjemputan paksa Chang Fang sudah semakin lama diterbitkan.
Kepada Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan diinformasikan, bahwa aktivitas penambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Batubara dan tanah kaolin di Asahan diduga merusak lingkungan hidup dan merugikan negara, sudah sekitar 6 bulan berlalu, terakhir Kombes Andry mengatakan masih memeriksa saksi-saksi untuk menentukan pelanggarannya, dan saat ini hendak dikonfirmasi lagi oleh wartawan, malah seperti memblokir nomor wartawan.
Atas dugaan kuatnya korupsi dalam kasus tersebut, merusak lingkungan dan merugikan pendapatan negara dan perekonomian negara, Sunani diwakili anaknya, Adrian Sunjaya bersama Pengacara Kondang Dr. Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med (Foto-kanan bawah) lagi melaporkan pula ke Kejati Sumut, Kejagung dan KPK.
Kembali dicoba konfirmasi langsung kepada Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia dan disebut sekaligus Komisaris Utama PT BUMI Chang Jui Fang (foto-kiri atas), melalui nomor selulernya, 0811 1839 ###, belum menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan, mengapa mangkir sebanyak 2 kali dipanggil Penyidik Ditreskrimum Polda Sumut?
Meski sebelumnya Chang Jui Fang mengarahkan wartawan melakukan konfirmasi tersebut kepada inisial H saja. Namun, inisial H yang dikonfirmasi dengan pertanyaan yang sama, sepertinya bungkam.
Sedangkan, PT Jui Shin Indonesia, PT BUMI dan CV Sambara, baru-baru ini kepada wartawan melalui legalnya menjelaskan, bahwa perusahaan yang mereka wakili masing -masing berdiri sendiri dan memiliki legalitas.
“PT BUMI bukan anak perusahaan PT Jui Shin Indonesia, dan penambangan kami sesuai titik kordinat yang ada di dalam izin,” katanya, membenarkan tanah kaolin dan pasir kuarsa yang ditambang PT BUMI dan CV Sambara dijual ke PT Jui Shin Indonesia.
Namun ketika diminta wartawan agar dokumen izin yang disebut perwakilan ketiga perusahaan itu bisa terlihat jelas, diminta wartawan difoto dari dekat atau diberikan copy (salinan), kepada wartawan, namun para legal perusahaan itu menolak.
Dari pernyataan ketiga legal tersebut, (PT Jui Shin Indonesia, PT Bina Usaha Mineral Indonesia/BUMI dan CV Sambara), PT Jui Shin Indonesia sebagai tempat penampungan akhir hasil tambang pasir kuarsa dan tanah kaolin dari PT BUMI dan CV Sambara, lalu diproduksi dengan tujuan dikomersilkan, produk jadinya disebut seperti keramik dan produk lainnya.(Tim/Red)