CILEUNGSI, BRAVO-IDN – Sebuah sengketa tanah warisan di Desa Mampir, Kecamatan Cileungsi, memicu ketegangan dan laporan hukum. Konflik ini mempertemukan klaim dari keluarga H. Ucha dengan ahli waris sah, Linan, putra dari almarhum Ayan bin Guto. Sabtu, (8/11/2025).
Keluarga H. Ucha, melalui perwakilan Zaza, mengklaim kepemilikan berdasarkan dokumen ‘Segel’ bertahun 1995. Mereka menyatakan dokumen itu ditandatangani keluarga Ayan dan disaksikan perangkat desa saat itu.
Sebaliknya, Linan membantah keras klaim tersebut. Ia menegaskan ayahnya tidak pernah menjual tanah seluas 1.248 meter persegi itu. Linan mempertanyakan keaslian tanda tangan di dokumen ‘Segel’ dan menegaskan tidak ada kwitansi pembayaran sebagai bukti transaksi.
“Para saksi yang namanya tercantum di ‘Segel’ itu sendiri menyatakan tidak pernah menandatanganinya. Saya memiliki pengakuan dari mereka dan siap diajukan di persidangan,” tegas Linan.

Ketegangan memuncak ketika Linan memasang patok batas di lahan, yang kemudian dibalas keluarga H. Ucha dengan melaporkannya ke Polres Bogor atas tuduhan pengambilalihan tanah secara melawan hukum. Pengakuan tersebut pada 31 Oktober 2025 menurut perwakilan H ucha yakni zaza.
Klaim administrasi lain seperti SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) atas nama H. Ucha juga diungkapkan. Namun, Linan membantah dengan menunjukkan bukti bahwa hingga tahun 2020, SPPT masih tercatat atas nama almarhum ayahnya, Ayan bin Guto.
Keterangan dari Ketua RT setempat mengungkapkan, SPPT beralih nama ke H. Ucha tanpa sepengetahuan ahli waris sah, hanya dengan alasan pemohon mengaku memiliki ‘Segel’.
Dengan kedua pihak bersikukuh pada klaimnya dan telah melibatkan pendamping hukum, penyelesaian melalui jalur hukum menjadi opsi utama.
Kasus ini menyoroti pentingnya kepastian hukum dan keabsahan dokumen dalam kepemilikan tanah. Masyarakat menanti proses hukum yang transparan dan adil untuk mengungkap fakta sebenarnya. (Wan)
Sumber: Media Polri News –






